Jakarta, Kompas - Eksistensi yayasan penyelenggara pendidikan tidak akan terganggu seiring dengan disahkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal di Jakarta, Rabu (24/12).
Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia dan Forum Komunikasi Penyelenggara Pendidikan terganggu dengan Pasal 67 Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Dalam pasal itu disebutkan, yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang belum menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana diatur dalam UU BHP, harus menyesuaikan paling lambat enam tahun sejak undang-undang itu diundangkan.
Dalam ayat lain pada pasal yang sama disebutkan pula penyesuaian tata kelola itu dengan mengubah akta pendiriannya. Saat ini terdapat badan pembina, pengawas, dan pengurus. Namun, setelah enam tahun struktur organisasi harus tunduk kepada tata kelola BHP, yang artinya keberadaan yayasan bisa terpengaruh. Padahal, saat ini justru yayasan yang menjadi pendiri dan penyandang dana awal pendirian perguruan tinggi swasta.
”Sebagai yayasan umum, tetap bisa melakukan kegiatan dan dilindungi UU Yayasan. Hanya saja, dalam konteks penyelenggaraan pendidikan harus terdapat struktur yang melaksanakan fungsi-fungsi yang diminta dalam UU BHP,” kata Fasli Jalal.
Menurut Fasli, penyesuaian itu antara lain dalam pembentukan majelis wali amanat. ”Namanya terserah, tetapi tugasnya dalam menjalankan fungsi sebagai majelis wali amanat harus berjalan,” kata Fasli.
Untuk memperkaya representasi, anggota tidak hanya dari yayasan. Namun, itu pun hanya sepertiga dan lainnya boleh orang yayasan. Pembina yang menjadi tokoh utama yayasan bisa duduk di majelis wali amanat. ”Hanya saja, kalau membuat perguruan tinggi baru kelak, harus menjadi struktur BHP penuh,” ujar Fasli. Perguruan tinggi swasta yang ada sekarang diberi kesempatan untuk membenahi diri selama enam tahun ke depan.
Struktur yang sudah ada di yayasan juga dapat disesuaikan agar menjalankan fungsi yang diminta BHP. Dia mencontohkan, badan pengawas yayasan dapat menjadi dewan audit. Fasli mengatakan, para pendiri yayasan juga dapat tetap berperan dominan.
Mengenai rencana berbagai elemen pendidikan untuk mengajukan permohonan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi, Fasli mengatakan, semua hak hukum warga negara harus dihargai. Depdiknas siap menerima dan menjalankan keputusan hukum apa pun yang diputuskan Mahkamah Konstitusi. (INE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar