Jumat, 26 Desember 2008

PERINGATAN HARI IBU


Saat Para "Ina" Merayakan Kemandirian
Jumat, 26 Desember 2008 | 00:45 WIB

Begitu memasuki halaman Pusat Program Perempuan Kepala Keluarga Lodan Doe di Desa Hinga, Kecamatan Kelubagolit, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (20/12) siang, sekelompok perempuan tampak asyik memainkan tarian bambu.

Kelompok lain yang terdiri dari sejumlah perempuan tua-muda menari kedong, tari perang adonara yang biasa dimainkan pria. Saat menari para perempuan yang mengenakan selendang tenun itu tampak perkasa. Dengan cekatan, mereka memegang perisai serta mengayun-ayunkan tombak dan parang.

Tari-tarian itu merupakan pembuka rangkaian acara Peringatan Hari Ibu yang diadakan Pusat Program Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) Lodan Doe, komunitas perempuan kepala keluarga di Kecamatan Kelubagolit, Adonara, Kabupaten Flores Timur. Tarian yang mereka mainkan juga merupakan simbol keperkasaan kaum perempuan Adonara melawan kemiskinan.

Seusai mendengarkan sejumlah sambutan dari pengurus Pekka ataupun pejabat kantor kecamatan setempat, ratusan anggota komunitas itu pun mengambil bekal mereka. Dengan lahap, para ina (ibu) itu menyantap makanan yang dibawa dari rumah.

Tak berapa lama, hujan deras mengguyur. Mereka berbondong-bondong memasuki ruang pertemuan Pekka Lodan Doe untuk berteduh. Beberapa saat kemudian, acara cerdas cermat yang diikuti kelompok-kelompok Pekka dari sejumlah desa dimulai.

Meski berimpitan, para ina dengan penuh semangat menyaksikan lomba itu dan ikut menyemangati perwakilan kelompok mereka yang maju sebagai tim cerdas cermat. Salah seorang ina tampak memandu acara dan mengajukan beragam soal kepada para peserta.

Pertanyaan yang diajukan sangat bervariasi, mulai dari berhitung, pengetahuan tentang tanaman dan hewan di lingkungan sekitar, sampai seputar kesehatan reproduksi dan kesetaraan jender. Setiap ada peserta yang berhasil menjawab pertanyaan, para hadirin bertepuk tangan.

Yang tidak kalah seru adalah lomba peragaan busana, pada malam harinya. Jangan membayangkan pesertanya adalah para perempuan cantik bertubuh langsing dan berbaju glamor yang mahir berlenggak-lenggok. Sebab, pesertanya adalah para ina, bahkan banyak yang telah berusia lebih dari 60 tahun.

Ada tiga kategori yang dilombakan, yaitu baju pesta, pakaian untuk melayat, serta baju untuk bekerja di sawah dan berjualan di pasar. Mereka tak hanya menampilkan busana, tetapi juga memperagakan cara berdagang di pasar, aktivitas mencangkul dan menyiangi rumput, serta menyalakan lilin saat melayat.

Gelak tawa ramai terdengar setiap kali ada peserta lomba yang berusaha berlenggak-lenggok dengan gemulai dan berlagak genit di atas teras yang disulap menjadi panggung. Sementara itu, sejumlah peserta terlihat gugup dan malu-malu saat memperagakan busana.

Hak-hak perempuan

Sore beranjak malam. Mereka pun beranjak pulang. Sebagian hadirin berjoget bersama setelah lomba peragaan busana selesai diadakan. Sejenak mereka berbagi suka, menghilangkan segala beban hidup yang harus dipikul sebagai kepala keluarga.

Puncaknya, Minggu (21/12), di bawah terik matahari ratusan ina yang mengenakan baju dan sarung tenun dengan penuh semangat mengikuti pawai kendaraan berkeliling sejumlah desa di Pulau Adonara.

Di bagian depan kendaraan terpampang spanduk bertuliskan, ”Ibu adalah Segalanya”, ”Hapus Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.

Pawai keliling desa itu sekaligus untuk menyosialisasikan hak-hak kaum perempuan di daerah terpencil tersebut yang selama ini terabaikan.

Dalam sambutannya, Ketua Serikat Pekka Lodan Doe Maria Abombole menekankan pentingnya kemandirian bagi perempuan agar lepas dari belenggu kemiskinan dan meraih keadilan. ”Kita oma-oma tidak punya ijazah sekolah. Tapi, kita tak mau kalah, kita juga ingin maju,” ujarnya.

Bagi para ina, peringatan Hari Ibu yang dilaksanakan sekali dalam setahun sangat dalam artinya dan tak sebatas seremonial. Perayaan Hari Ibu sekaligus untuk meneguhkan tekad yang terus terucap dari bibir mereka, ”Satukan Hati, Samakan Langkah, Raih Kemenangan”. (EVY)


Tidak ada komentar: