Ninuk Mardiana Pambudy
Akankah masyarakat luas terus bergairah menggunakan batik dalam kehidupan sehari-hari?
Pertanyaan ini sulit-sulit gampang dicari jawabnya. Bahwa batik berkembang mencapai bentuknya saat ini, baik dalam pengembangan motif dan warna, pemakaian material di mana teknik dan motif batik diterapkan, hingga keluasan pemanfaatannya, itu adalah bukti batik menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia di luar urusan ritual.
Perkembangan batik dalam dua tahun terakhir memang mencengangkan. Batik sebagai pakaian menjadi begitu populer. Dengan mudah kita menemukan baju batik dari berbagai kualitas, model, dan harga. Bahkan perancang busana dan department store yang perhatian utamanya selama ini tidak pada batik pun ”tertular virus batik”.
Meski demikian, batik dalam kehidupan sehari-hari memang mengalami pasang-surut, meskipun tidak pernah benar-benar mati.
Ada masa di mana para pria berkemeja batik hanya bila menghadiri pertemuan informal, sedangkan untuk acara lebih formal, seperti resepsi pernikahan, peluncuran produk baru atau rapat, jas dan dasi dianggap lebih pantas. Begitu pun sebagai pakaian perempuan, batik sempat hanya dikenakan sebagai kain panjang melengkapi kebaya pada akhir 1980-an dan awal 1990-an.
Seniman batik terkemuka, Iwan Tirta, yang buku batiknya dalam versi bahasa Indonesia terbitan Femina Group diluncurkan Kamis (11/12) di Jakarta, saat peluncuran buku versi bahasa Inggris-nya, Batik, A Play of Light and Shades tahun 1996 di Jakarta, saat itu berujar, batik akan tetap bertahan. ”Paling tidak perempuan akan tetap memakai batik sebagai selendang (melengkapi gaun),” kata Iwan Tirta.
Di tengah masih bergairahnya masyarakat pada batik dan kebutuhan konkret menciptakan lapangan kerja di bawah ancaman resesi ekonomi global, Dinas Pariwisata DKI Jakarta mengadakan Festival Batik Nusantara, bekerja sama dengan Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI).
Sebelas perancang anggota IPMI, Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia, dan perancang nonorganisasi Rabu (10/12) malam di Jakarta memperlihatkan rancangan mereka memakai bahan batik.
”Rancangan mereka idenya sangat segar, terutama yang ditujukan untuk orang muda. Kita harus menjaga agar tidak terjadi kejenuhan pada batik. Kita perlu membuat batik dapat disukai orang biasa, bukan hanya untuk tampilan di panggung,” kata mantan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Joop Ave yang juga aktif di Yayasan Batik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar