TBI sebagai Pesta Kemanusiaan
Oleh William Chang
Jutaan warga Tiongkok kehilangan pekerjaan akibat tsunami keuangan global. Akankah Tahun Baru Imlek (Pesta Musim Semi) 2560 mengembuskan angin pembaruan di tengah krisis mondial?
Kendati terlilit kesulitan keuangan, Tahun Baru Imlek (TBI) tetap diperingati kebanyakan masyarakat Tionghoa karena khazanah kultural ini mengawetkan tali-temali persaudaraan. Silang selisih dan salah paham dituntaskan. Relasi personal dicairkan. Gaya persaudaraan ini ternyata membangkitkan rasa kemanusiaan di tengah kekalutan sosial.
Nilai persaudaraan ini ditransformasi dalam konteks dinamika sosial yang multikultur. Pilar utama persaudaraan bukan lagi terutama mengandalkan kesamaan marga, kultur, dan profesi, tetapi terutama berupa kesetiakawanan manusia dalam derita. Seluruh Tiongkok berkabung kala gempa memorakporandakan Sichuan. Bunuh diri seorang anak remaja yang terjun dari apartemen mengundang seluruh rakyat Taiwan berkabung.
Malah, dimensi inklusif persaudaraan umat manusia diperluas melalui mondialisasi perayaan TBI. Keikutsertaan masyarakat dari pelbagai etnis, agama, dan kultur dalam pesta ini mencerminkan kepedulian sosial dalam proses membangun jejaring persaudaraan. Batas-batas primordial diterobos dan wadah kemanusiaan baru ditata ulang.
Filsafat pengharapan
Ibarat menantikan salju tebal pada musim dingin, masyarakat Tiongkok mengharapkan perbaikan dinamika sosial-ekonomi dan politik dalam Tahun Kerbau 2560. Filsafat pengharapan dalam poesia-poesia kuno seputar TBI mengarah ke masa depan yang lebih baik dan sejahtera.
Setiap benih yang disemaikan dalam musim semi biasanya akan memberi hasil pada musim gugur. Untaian syair optimistik di atas secarik kertas merah masih disitir dan ditempelkan di depan pintu rumah pada perayaan TBI.
Merupakan pengharapan terdalam untuk meraih damai, keselamatan, kesehatan, segenggam emas, segunung sukses, kelancaran usaha, dan reformasi hidup. Pandangan positif dan keuletan manusia menjadi dasar pengharapan.
Optimisme dalam syair-syair klasik melukiskan pentingnya kekuatan fisik untuk meratakan bukit dengan sebuah cangkul. Kebulatan hati dan ketekunan akan mengubah kesedihan menjadi kegembiraan, kelemahan menjadi kekuatan, dan keputusasaan menjadi pengharapan.
Dunia kontemporer mendambakan roh pengharapan yang memotivasi hidup manusia di tengah krisis sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Roh ini menyadarkan manusia akan kekinian sambil menyiapkan masa depan sehingga manusia tidak hanya tenggelam dalam nostalgia tempo doeloe. Masa terindah selalu terletak di depan dan tak terlewatkan.
Kreativitas dalam pesta kemanusiaan
Mata, telinga, dan jiwa poesia optimistik itu mengandung semangat moralitas dan kemanusiaan. Kebaikan dan kesejahteraan hidup dikejar terus. Kesatuan dan ketergantungan kosmik tak termungkiri. Tentu seorang petani malas akan lapar dan petani yang kelaparan akan meninggal (Zhang Qishi, Traditional Chinese Culture, Beijing, 2004).
Dalam dinamika kemanusiaan terkandung daya kreatif yang terkait peran akal budi. Optimalisasi potensi manusia akan lebih efektif daripada menguras kekayaan alam tanpa rencana matang yang bertanggung jawab. Kekayaan tanah air dipikul ke luar negeri, sedangkan rakyat kecil tetap menderita. Pengembangan daya kreatif ini sepadan dengan pencanangan tahun 2009 sebagai Tahun Kreatif (bandingkan dengan Menteri Perdagangan Mari Pangestu).
Kesulitan keuangan global ini mengandaikan kreativitas manusia saat memerangi habitus bermalas-malasan, konsumtif, indiferen, konfliktual, dan apatis.
Keterlibatan sosial dalam pembangunan mengubah keadaan negara. Bagaimanakah anak bangsa bisa belajar hidup lebih sejahtera tanpa mengandalkan kekayaan alam? (bandingkan dengan Y Bingling, Chinese Democracies: A Study of Kongsis of the West Borneo: 1776-1884, 2000).
Terkait dengan semangat Tahun Kerbau, kreativitas dan kerja ulet perlu lebih dipupuk dan ditingkatkan dalam tahun 2009. Rentetan terobosan dan strategi baru seharusnya menjunjung kesejahteraan hidup berbangsa dan bernegara. Yang dibarui dalam perayaan TBI adalah pola pikir dan sistem hidup yang meneguhkan jejaring hidup sosial yang adil, sejahtera, dan toleran. Watak kerbau yang ulet membajak, mencari makan sendiri, dan tekun mengunyah bisa diteladani dalam era krisis keuangan global.
Kini kerbau tidak bisa lagi menunggu rumput segar dari majikan, tetapi kerbau harus proaktif mencari dan menemukan makanan sendiri agar tidak mati kelaparan di tengah rerumputan hijau. Yang jelas, tiada hari yang buruk bagi seekor kerbau yang tekun bekerja keras.
William Chang Ketua Program Pascasarjana STT Pastor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar